Selasa, 27 Oktober 2009

Paradigma Ziarah di Gua Maria


‘Maria’ Berbelanja

DUA atau tiga dekade lalu, orang berziarah ke gua Maria dengan suasana dan perasaaan natu ral dan sakral. Jalan ke gua berbatu-batu, berlumpur licin, naik turun, sulit dicapai. Tetapi, umat yang berziarah waktu itu menjalaninya dengan antusias. Tentu ada keluhan dan jerih payah dalam perjalanan tersebut. Beberapa_peziarah tentu juga menangis kelelahan. Namun, semua itu berakhir dan dilaluidengan riang gembira.Ada kepuasan spiritual yang tertanam di dalamnya.

Segala kisah romantisme di atas kini hilang. Jalan menuju ke gua itu kini beraspal. Semakin jarang orang berduyun-duyun, berjalan dan merasakan licinnya lumpur menuju gua. Berjalan menjadi lebih tidak nyaman lagi karena mobil-mobil melaju mendorong dan membunyikan klakson dari belakang. Mobil yang ditumpangi para peziarah sekarang bisa lari kencang hingga di depan gua. Kalau lelah, restoran sudah menunggu di atas siap menjamu Anda dengan makanan dan minuman. Toilet juga tersedia dan tentu saja dengan kotak berlubang menanti uluran sumbangan. Anda membutuhkan lilin atau bunga? Tersedia para penjaja dan toko di sana.

Kita merasakan bahwa pergi berziarah sekarang ini menjadi aktivitas yang mahal. Untuk berziarah, banyak persyaratan yang langsung atau tidak langsung menuntut adanya uang. Di tempat ziarah itu sendiri terlalu banyak hal yang ditawarkan yang tidak terkait dengan isi ziarah itu sendiri.

Sebenamya tidak otomatis keliru jika para pengelola gua memikirkan agar para peziarah menjadi lebih nyaman. Tanah diratakan dan disemen, ditanam pohon yang rindang, tenda didirikan, dan jalan diaspal, serta restoran pun dibangun. Akhimya, taman rekreasi dibuat dengan berbagai benda dan simbol saleh sehingga pendiriannya tampak sah. Dengan demikian,
para peziarah menjadi lebih enak berdoa dan menikmati suasana.

Bahkan, kita tidak ingin lingkungan gua Maria terlihat primitif, jorok, dan tidak terawat. Pengelolaan lebih profesional dibutuhkan. Perencanaan ke depan dan pengelolaan keuangan yang tertib dan transparan dituntut. Semua akan membantu dan mendukung gua Maria menjadi tempat ziarah yang nyaman.

Pertanyaannya, tidakkah tempat ziarah sekarang ini tampak berlebihan? Suasana yang tercipta tidak bedanya dengan pasar dan pusat rekreasi? Tidakkah logika dan mentalitas bisnis sebenarnya sudah merembes lingkungan rohani ini?

Beberapa orang mungkin terheran-heran:salahkah orang menjual rosario, salib, patung Bunda Maria dan gambar-gambar suci?

Benda-benda semacam itu tentu masih mengandung makna rohani. Tetapi, diletakkan dalam konteks tadi, semua benda tadi menjadi muram. Benda-benda ini tidak banyak berbeda bila dibanding dengan komoditi. la dihias, diberi wama, dibungkus, dan dibentuk menjadi lebih indah agar menarik bagi calon pembeli. Para peziarah' pun tertarik.

Jika tertarik terhadap sebuah benda, alasan untuk membeli selalu ada dan bisa diadakan meski sebenarnya tidak membutuhkan. Kapitalisme memang berperan untuk menciptakan kebutuhan. Beberapa orang membeli karena prestise dan gengsi. Selain itu, mereka membeli karena tidak jarang merasa dituntut untuk membagi oleh-oleh kepada teman dan kerabatnya. Benda-benda suci kini berubah menjadi tidak lebih dari suvenir.

Gua Maria menjadi cenninan sebuah realitas masyarakat pada umumnya, yaitu masyarakat yang berlebihan'. Kebudayaan 'hiper' yang kita jumpai di mal, pasar, toko,juga kita jumpai di gua Maria. Semua yang diceritakan ini baru laporan pandangan mata di tempat ziarah domestik.

Semua yang diceritakan tersebut juga berlangsung bila kita hadir di berbagai gua Maria di belahan mancanegara. Bahkan, lebih lagi. Untuk berziarah ke Perancis, Portugal, Italia, Amerika Latin, ia menuntut visa, paspor, dan uang sekian ribu dolar. Di sekitar tempat ziarah, para shopaholic - pecandu belanja - akan membeli beberapa koper baru yang kosong. Untuk apa koper-koper itu? Untuk apa lagi, kalau bukan untuk mengisi barang belanjaannya. Dengan demikian, sekian ribu dolar lagi perlu dipersiapkan sel cadangan untuk belanja.

Tempat ziarah sekarang ini memang menjadi lebih meriah dan berwama-wami. Namun, semua itu menjadi kemeriahan yang dangkal dan terasa muram. Perlu ada refleksi serius, sejauh manakah ziarah ke gua Maria telah membantu umat untuk menghayati dan mengembangkan imannya. •

0 komentar:

Posting Komentar